Pentingnya Data Driven Dalam Dunia Bisnis

Data ada di mana-mana, semua bisnis memiliki akses kesana. Namun, mengubah data menjadi wawasan yang dapat dijadikan bisnis berbasis data sangat sulit dicapai.

Bisnis pemula cenderung gesit, dan sangat mungkin untuk bereksperimen dengan berbagai jalur pertumbuhan. Sebaliknya, perusahaan yang lebih besar dan mapan merasa sulit untuk mengadopsi strategi baru atau asing. Akibatnya, rekan-rekan mereka yang lebih kecil, lebih gesit, dan lebih berani membuat keputusan bisnis yang jauh lebih penting daripada mereka.

Bagi banyak pengusaha, keputusan mereka didorong oleh naluri mereka, bukan oleh data. Tidak masalah untuk mengandalkan insting ketika perusahaan baru saja berdiri, dan agenda intinya dikonseptualisasikan. Namun, dalam jangka panjang, pendekatan semacam itu mempersempit wawasan dan mengkompromikan kemampuan untuk menemukan peluang pasar yang potensial.

Ada beberapa perusahaan atau raksasa industri yang tidak menggunakan Data dan Analisa yang baik untuk menentukan strategi ataupun keputusan bisnis yang akhirnya membuat saham perusahaan mereka turun atau bahkan bangkrut. Berikut 2 raksasa industri yang runtuh akibat keliru mengambil keputusan pada kebutuhan pasar.

1. Nokia

Salah satu perusahaan yang sahamnya anjlok atau bisa dikatakan bangkrut adalah Nokia. Seperti yang diketahui bahwa Nokia Corporation dahulunya merupakan produsen peralatan alat komunikasi terbesar di dunia asal Finlandia. Sebagai pemimpin pasar selama lebih dari satu dekade, Nokia tidak benar-benar merencanakan masa depan karena kelihatannya sedikit puas dengan produknya. Ketika Apple meluncurkan iPhone pada tahun 2007, ponsel sentuh pertama, Nokia masih menggunakan E-series ketika definisi smartphone telah mengalami perubahan yang luar biasa. Itu paling tidak diharapkan dari pionir di pasar smartphone.

Keberhasilan iPhone tidak memiliki dampak yang signifikan terhadap Nokia, tidak seperti Samsung, yang bereksperimen dengan teknologi off-the-shelf dan mengelola transisi ke smartphone jauh lebih cepat dari yang diharapkan. Dan Nokia, yang telah meluncurkan smartphone pertamanya melalui seri Symbian 60 pada tahun 2002, tetap menjadi pelopor tanpa prospek masa depan yang lebih baik. Nokia gagal mengantisipasi, memahami, atau mengatur dirinya sendiri untuk menghadapi perubahan zaman.

2. Blackberry 

Sama halnya dengan perusahaan Blackberry, bahkan keterpurukan yang dialaminya ini membuat Blackberry sampai membuat keputusan yang sangat krusial yaitu menjual perusahaannya tersebut. Jika diingat dahulu, Blackberry memang pernah menjadi brand yang fenomenal dan sangat laris dipasaran. Ponsel yang dulu berdiri dibawah naungan RIM sempat menjadi ponsel favorit nomor 1 di beberapa negara bahkan di negara kita Indonesia.

Sayangnya, popularitas dari perangkat yang dirilis oleh BlackBerry terus menurun, kalah dari platform mobile yang lebih baru, seperti Android dan iOS. Keduanya menawarkan sistem operasi yang lebih interaktif, lebih "berwarna", sambil menawarkan keamanan yang sama baiknya. BlackBerry pun langsung mengubah strateginya. Di bawah pimpinan Thorsten Heins, BlackBerry langsung mengembangkan sistem operasi (OS) BlackBerry 10.

Perusahaan asal Kanada ini berharap penuh agar OS tersebut dapat menyelamatkan mereka dari keterpurukan. Hasilnya? BlackBerry 10 tampaknya masih belum membawa BlackBerry keluar dari badai yang begitu tebal. Beberapa waktu lalu, BlackBerry membuat sebuah keputusan, mencari alternatif lain untuk menyelamatkan perusahaan. Namun hasilnya tetap tidak membuat Blackberry menjadi raksasa industri mobile seluler seperti masanya.


Jadi apa sih Data Driven itu ?

Dalam dunia bisnis, data memiliki peranan penting bagi perusahaan terutama dalam proses pengambilan keputusan. Belakangan perusahaan sudah banyak yang memanfaatkan metode data driven company ini dalam mengembangkan perusahaannya.

Lalu, apa sebenarnya yang dimaksud dengan data driven company? Data driven berarti data yang berguna untuk menentukan proses pengambilan keputusan dengan kata lain, data driven mengambil peranan terpenting dalam perusahaan.

Jim Giles, penulis dari Economist Intelligence Unit Report menyebutkan istilah ‘mengadopsi kultur data-driven’ dalam sebuah wawancara, di mana para bisnis yang menggunakan pendekatan data-driven akan menempatkan data pada pusat pengambilan keputusan.

Mengapa ini penting ?

Bukti pentingnya data kini menjadi semakin jelas ketika skala perusahaan bertambah besar. Perusahaan data-driven, seperti supermarket asal Inggris, Tesco, atau “saudara kembarnya” dari Amerika, Walmart, berhasil meraih kesuksesan bisnis dengan metode ini.

Dengan menganalisis data dan membuat wawasan yang dapat ditindaklanjuti, Anda dapat menerapkan strategi bisnis yang efektif. Ini dapat membantu Anda meningkatkan keunggulan kompetitif, memandu inovasi produk dan / atau layanan, meningkatkan margin, meminimalkan pemborosan, meningkatkan layanan pelanggan dan membantu Anda mempertahankan karyawan.

Jauh lebih dapat diandalkan untuk membuat keputusan bisnis berdasarkan bukti daripada menguji ide berdasarkan asumsi. Data dapat menyoroti dan memprediksi tren yang menguntungkan bisnis Anda, bersama dengan masalah potensial, sehingga memungkinkan Anda untuk bereaksi dengan cepat untuk memastikan kerusakan minimal.

Secara garis besar, manfaat dari data driven company ini adalah perusahaan nantinya bisa mengetahui apakah keputusan yang mereka ambil berhasil menjawab masalah atau tidak. Bahkan tak cukup sampai disitu, jika keputusan yang mereka ambil ternyata salah maka data driven company akan membantu perusahaan untuk menganalisis data baru sampai menemukan pengambilan keputusan yang tepat.